Selasa, 02 April 2013

Prosa : Tarian Rembulan - Emha Ainun Najib

Malam datang dengan membawa serta kesunyian. Kota telah terlelap, hanya lampu lampu jalan serta kunang-kunang di tepi sungai yang membungkusnya dengan keremangan. Sejenak, para manusia dapat melenakan dirinya diantara terpaan angin malam, menanggalkan beban & isi pikiran, menaruh cita-cita, hutang, maupun tugas serta pekerjaan. Langkahkan kaki sebentar ke bawah hamparan kerajaan langit, & pandangi rembulan yang menyuguhkan tarian.
Bukan merenung, bukan juga berpikir. Hanya menentramkan perasaan, menghampakan hati, & kosongkan jiwa. Hanya pandangi sang rembulan saja, temukan gemulai geraknya & betapa ia begitu mahir menyesuaikan diri dengan irama alam. Cobalah ikuti, putarlah terlbih dulu pada poros tempatmu berdiri, lalu melangkahlah berkeliling ranting-ranting pohon yang menengadah itu. Menarilah, bersama rembulan.
Irama alam itu, sayup sayup semerdu tabuhan gendang yang di padu petikan mandolin, serta para bambu yang telah berubah menjadi seruling tertiup...dengarlah, & teruslah menari. Berkeliling kebun, pedesaan, perkotaan, pulau-pulau, negeri-negeri, bulatan bumi, kemudian matahari. Teruskan tarianmu, sampai kau mengelilingi galaksi, hingga ke maha galaksi.
Bagaimanakah? Kau baru saja menjadi penampil pada festival cinta... Ukurlah tarianmu, lebih indahkah dari tarian rembulan? Setiap putaran, ia menari tujuh lapis gerakan sekaligus : tarian tujuh lapis langit. Begitulah, rembulan yang beku kering itu bekerja amat keras, dengan kodrat tanpa memiliki sifat malas, ia bahkan tidak diizinkan untuk terlambat satu detikpun, atau sistem kosmos akan jadi tidak karuan. Betapa setianya ia, rembulan sang penari, yang tak pernah meninggalkan bumi, bahkan ia tiada mungkin bergeser sejengkalpun dari titik keberadaanya, dari titik koordinat langit..

Dikembangkan dari puisi Tarian Rembulan buah karya Emha Ainun Nadjib (Trilogi Doa Mencabut Kutukan, Tarian Rembulan, Kenduri Cinta)

Fauziyah S.N.
01.10.2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar