Izinkan
saya sejenak berbicara tentang realita yang seringkali membuat hati saya
menangis. Hati saya menangis bukan karena saya jengkel, sebal, marah dan
perasaan yang semacam itu, tapi karena rasa sayang yang teramat pada kalian,
pada agama saya, dan pada bangsa saya yang sekarang sedang sakit ini. Saya
sebenarnya belum cukup pantas untuk berbicara tentang sesuatu yang kaitannya
dengan hati nurani, yaitu KEJUJURAN. Saya sangat percaya, bahwa Anda semua
sudah dewasa, bahkan lebih dewasa dari pada saya. Oleh karena itu, izinkan saya
yang masih kecil ini menyampaikan cerita dan analisa yang mungkin kurang tepat
untuk sebagian orang.
Dengan
mata kepala saya sendiri, tempo hari saya melihat seorang calon bapak (karena
isterinya sedang mengandung) repot menata ulang meja pengawas ujian yang sudah
tertata sebelumnya hanya demi keinginan ‘kerja sama’ dengan rekannya saat UTS
sedang berlangsung. Padahal dari yang saya kira, beliau adalah orang yang
terbijaksana di angkatan ini. Bukan hanya dari segi umur yang memang sudah
senior jika dibandingkan dengan kami, tapi juga asam garam yang beliau kecap
pasti lebih lebih banyak daripada saya. Ia sudah menjadi seorang suami *red
pemimpin, menantu, anak, dan kini menjadi calon bapak, tapi yang sangat saya
sesalkan ialah usaha beliau yang begitu ‘niat’ hanya untuk ‘kerja sama’ (atau
suudzon saya, beliau nyontek juga). Tapi, itu hanya sekedar fakta yang saya lihat, yang menurut saya
salah, yang menurut saya kurang tepat, yang menurut saya tidak seharusnya
dilakukan oleh orang yang sebentar lagi menyandang gelar BAPAK (saya tidak
membayangkan jika Bapak saya dulu nyontek atau calon anak orang itu tahu
bapaknya nyontek)…
Dari
kejadian itu, saya hanya ingin bilang sedikit saja pendapat saya yang Anda boleh
setujui dan Anda boleh tidak setujui. Di hati nurani saya yang dalam, saya
tentu ingin mendapat nilai bagus, tentu saya ingin. Tapi dihati nurani saya
yang lebih dalam, saya tidak ingin membohongi diri saya sendiri. Salah satu
cara untuk itu ialah dengan tidak ‘kerjasama’ atau mencontek saat apapun dengan
cara apapun. Saya tidak ingin menjadi seperti buah semangka yang besar dan
bagus kulitnya, tapi ternyata busuk isinya. Saya juga tidak ingin menjadi
pecundang rela melakukan segala cara padahal ia tahu cara yang ia lakukan itu
salah.
Saya
selalu miris ketika menyadari diantara teman saya bahwa ‘kerja sama’ dan
nyontek itu adalah bentuk solidaritas, bentuk kepedulian yang berlandaskan
sebuah persahabatan. BUKAN. Hal –hal yang seperti itu justeru jalan sesat. Saya
tidak pernah ingin menjadikan sahabat saya seorang pembohong, yang membohongi
dirinya sendiri, dan seorang pecundang, yang mencundangi dirinya sendiri. Dan
saya rasa semuanya sepakat dengan saya tentang keinginan yang barusan saya kemukakan.
Kita semua sudah dewasa, sudah memilih jalan yang akan kita tempuh, sudah
berjalan diatas jalan itu, sudah melewati naik turun dan kelokan-kelokan
disepanjang jalan, dan pastinya sudah tahu yang benar-benar benar, dan yang
benar-benar salah. Kita pasti tahu, siapa yang lebih hebat. Menurut saya lebih
hebat orang yang jujur tapi nilainya buruk, daripada yang nilainya selangit
tapi curang.
Pernahkah
Anda semua sekali saja berfikir tentang apa jadinya Islam dan Negara Indonesia
ini sepuluh tahun mendatang ketika generasi penerusnya ialah generasi yang
handal dalam kecurangan?? Saya ingat kata seorang guru saya, bahwa pada
tahun-tahun mendatang, yang akan mendidik anak-anak beliau ialah kita, maka
dari itu, beliau memberikan pendidikan yang terbaik, pendidikan yang luar biasa
baik, demi kebaikan kita, bukan hanya baik dari segi akademis saja, tapi yang
lebih penting daripada itu ialah baik dari segi akhlak. Dan benar saja, kita
sekarang disini ialah calon pendidik, yang menjadi tonggak dari nasib bangsa
ini, agama ini. Kalau sekarang saja sudah seperti ini, tahan-tahun mendatang
akan seperti apa?? Oh..sekali lagi kawan, teman, sahabat, saudara, saya menulis
ini karena saya amat menyayangi kalian, agama, dan bangsa saya. Semoga
bermanfaat, jujur itu menyenangkan, apaun hasilnya tetap terasa menyenangkan…
Bukankanlah Sang Maha Pintar telah mengaruniakan milyaran sel di otak, yang
sangat mubadzir jika tidak kita pergunakan dengan baik?? Kawan, teman, sahabat,
saudara, bahwa hebat bukanlah ketika semua nilai kita A, tapi ketika kita tidak
mencundangi diri kita sendiri, ketika kita tidak membohongi diri kita sendiri. Lihatah
orang-orang yang benar-benar hebat disekitar Anda semua, adakah diantara mereka
satu saja yang gemar melakukankecurangan?? J
emmmmmm,,,,,,,q se7 bnget tuh ma pendpat mbak suci.........apapun hasilnya kalo dr hasil kta ndiri tuh akan membuat kita bersyukur (apalagi kalo hasilnya bagus),,,,(kalo hasilnya buruk) itu adlah hasil dari jerih payah kita ndiri krn tak maw berusaha yg maximal dan kita perlu koreksi diri........
BalasHapus" semua tergantung amal perbuatan kita sendiri ".
siph...semangaaaat :)
HapusTetap semangat, karena dengan seperti inilah kita bisa siap untuk MATI kapanpun dan dimanapun
BalasHapusyaaa :D
Hapus+1
BalasHapusterimakasih :)
Hapusalhamdulilah masih ada yang memiliki pikiran jujur dan percaya diri diantara banyak sampah pikiran yang maunya bagus, gampang, nyaman atas usaha curang dan gak peduli orang lain... semoga empati dan kejujuran tetap terjaga dimanapun kita berada.... tenang dunia akhirat....
BalasHapusalhamdulillaah...:)
Hapus